RI Jajaki Tenova untuk Baja Rendah Emisi, Transformasi Industri Hijau Dimulai

RI Jajaki Tenova untuk Baja Rendah Emisi, Transformasi Industri Hijau Dimulai

KONEKSI MEDIA – Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis yang signifikan dalam upaya dekarbonisasi industri baja nasional. Melalui kunjungan resmi dan diskusi teknis, Indonesia secara aktif menjajaki penguatan kemitraan teknologi dengan perusahaan teknologi industri terkemuka asal Italia, Tenova S.p.A., untuk mengadopsi teknologi produksi baja rendah emisi.

Penjajakan ini merupakan bagian integral dari komitmen Indonesia untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) serta merespons dinamika pasar global, seperti implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa, yang menuntut produk impor memiliki jejak karbon rendah.

Transformasi Menuju Baja Hijau

Kunjungan delegasi Indonesia, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Perindustrian, ke fasilitas Tenova di Italia baru-baru ini menjadi sorotan utama. Dalam kunjungan tersebut, dilakukan tur fasilitas produksi, diskusi mendalam mengenai reduksi hidrogen (hydrogen reduction), dan sesi bilateral untuk memfinalisasi potensi kerja sama.

Wamenperin menegaskan bahwa kemitraan dengan Tenova yang telah memiliki hubungan puluhan tahun dengan industri baja Indonesia, termasuk kerja sama jangka panjang dengan PT Krakatau Steel akan menjadi katalis penting dalam mendorong transformasi industri baja nasional.

“Adopsi teknologi baja rendah emisi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan. Ini demi menjaga daya saing produk baja kita di pasar internasional, sekaligus memenuhi komitmen kita terhadap keberlanjutan lingkungan,” ujar Wamenperin.

Teknologi reduksi hidrogen yang dijajaki Tenova dikenal sebagai salah satu solusi paling menjanjikan dalam produksi baja hijau. Secara tradisional, peleburan bijih besi menggunakan batu bara atau kokas, yang menghasilkan emisi karbon tinggi. Dengan teknologi reduksi hidrogen, hidrogen digunakan sebagai agen pereduksi, menghasilkan uap air (H₂O) sebagai produk sampingan utama, bukan karbon dioksida (CO₂).

Dampak Strategis Adopsi Teknologi Tenova

Penjajakan dan potensi adopsi teknologi baja rendah emisi Tenova diperkirakan akan membawa dampak multifaset yang sangat besar bagi Indonesia:

1. Penguatan Daya Saing Global

Di tengah ketatnya regulasi lingkungan internasional, terutama dengan adanya CBAM Uni Eropa, produk baja Indonesia berisiko dikenakan tarif karbon yang tinggi jika diproduksi secara konvensional. Dengan mengadopsi teknologi rendah emisi, baja Indonesia akan memiliki keunggulan kompetitif dan akses yang lebih mudah ke pasar-pasar ekspor utama, terutama Eropa dan Amerika, yang kian sensitif terhadap jejak karbon.

2. Kontribusi Signifikan Terhadap Target NZE

Sektor industri, khususnya baja dan semen, adalah penyumbang emisi karbon yang besar. Transisi ke proses produksi seperti reduksi hidrogen akan secara drastis mengurangi emisi CO₂ dari sektor baja, yang merupakan langkah krusial dalam mencapai target Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060. Ini menunjukkan komitmen nyata pemerintah dalam aksi iklim.

3. Transfer Teknologi dan Peningkatan SDM

Kemitraan ini tidak hanya sebatas pembelian peralatan, tetapi juga mencakup transfer pengetahuan dan teknologi. Kerja sama jangka panjang dengan Tenova akan memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia, khususnya insinyur dan operator di industri baja, mendapatkan pelatihan dan keahlian untuk mengoperasikan teknologi mutakhir ini. Hal ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kemandirian teknologi nasional.

4. Hilirisasi Berkelanjutan

Langkah ini sejalan dengan agenda hilirisasi pemerintah. Dengan menghasilkan baja yang lebih ramah lingkungan, Indonesia memperkuat nilai tambah produk tambang dalam negeri. Logam baja yang dihasilkan nantinya akan menjadi komponen utama bagi industri manufaktur lain (otomotif, konstruksi, dll.) yang juga membutuhkan material rendah karbon untuk produk akhir mereka.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meskipun prospeknya sangat cerah, adopsi teknologi baja hijau menghadapi tantangan. Pertama, biaya investasi awal yang besar untuk mengganti atau memodifikasi fasilitas produksi yang ada. Kedua, ketersediaan hidrogen hijau (hidrogen yang diproduksi menggunakan energi terbarukan) yang stabil dan terjangkau harus dipastikan, mengingat hidrogen adalah bahan baku kunci dalam proses reduksi.

Pemerintah Indonesia diharapkan dapat menyediakan kerangka insentif yang kuat seperti pembiayaan khusus, pembebasan pajak untuk peralatan ramah lingkungan, atau dukungan energi terbarukan untuk mempercepat transisi ini. Diskusi bilateral dengan Tenova, termasuk pembahasan teknis mengenai implementasi hydrogen reduction, menjadi fondasi optimisme bahwa hambatan ini dapat diatasi.

Penjajakan teknologi Tenova ini menandai era baru bagi industri baja Indonesia. Dari produsen baja konvensional, Indonesia sedang bergerak menuju status sebagai produsen “Baja Hijau” terkemuka di Asia Tenggara, memadukan kepentingan ekonomi dengan komitmen lingkungan global.