Jakarta Terancam Lumpuh Ribuan Buruh Demo UMP 2026

Jakarta Terancam Lumpuh: Ribuan Buruh Demo UMP 2026

KONEKSI MEDIA – Gelombang ketidakpuasan kaum buruh terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 mencapai puncaknya. Ribuan buruh yang tergabung dalam berbagai federasi serikat pekerja, dipimpin oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, secara resmi menyatakan penolakan terhadap besaran upah yang diumumkan serentak pada 24 Desember 2025 lalu. Sebagai bentuk protes keras, massa mengancam akan “mengepung” Balai Kota DKI Jakarta dan Istana Negara dalam aksi besar-besaran yang dijadwalkan berlangsung pada Senin, 29 Desember hingga Selasa, 30 Desember 2025.

Eskalasi ketegangan ini dipicu oleh keputusan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang menetapkan UMP Jakarta 2026 sebesar Rp5.729.876. Angka tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 6,17% atau sekitar Rp333.115 dari tahun sebelumnya. Meski angka ini adalah yang tertinggi secara nasional, kalangan buruh menilainya sebagai “keputusan yang memiskinkan secara struktural.”

Akar Masalah: Selisih Angka dan Formula Alfa

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam konferensi pers daring pada Sabtu (27/12), menegaskan bahwa nominal tersebut jauh dari ekspektasi buruh yang mengharapkan kenaikan minimal 8% hingga 10%. Buruh membandingkan angka Jakarta dengan daerah penyangga seperti Bekasi dan Karawang.

“Sangat tidak logis jika UMP DKI Jakarta hanya Rp5,73 juta, sementara di Bekasi dan Karawang sudah mencapai Rp5,95 juta. Biaya hidup di Jakarta jauh lebih tinggi daripada daerah sekitarnya. Ini aneh untuk ukuran ibu kota,” ujar Said Iqbal dengan nada tegas.

Poin krusial yang menjadi sengketa adalah penggunaan variabel alfa dalam formula perhitungan upah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan. Pemerintah melalui Dewan Pengupahan menggunakan indeks alfa sebesar 0,75, sementara buruh mendesak penggunaan alfa maksimal sebesar 0,9.

Menurut perhitungan serikat buruh, dengan merujuk pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) versi Badan Pusat Statistik (BPS), upah minimum di Jakarta seharusnya berada di angka minimal Rp5,89 juta atau bahkan mendekati Rp6 juta untuk menjaga daya beli pekerja di tengah inflasi pangan yang terus merangkak naik.

Tuntutan Buruh: Revisi atau PTUN

Selain ancaman turun ke jalan, kaum buruh juga menyiapkan dua langkah strategis lainnya:

  1. Gugatan Hukum: KSPI berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur terkait penetapan UMP di sejumlah provinsi, termasuk DKI Jakarta dan Jawa Barat. Mereka menganggap penetapan ini cacat secara administrasi karena mengabaikan survei rill kebutuhan hidup layak.

  2. Mogok Kerja Daerah: Di beberapa kawasan industri utama seperti Pulo Gadung dan Cakung, serikat pekerja telah menginstruksikan anggotanya untuk melakukan aksi mogok daerah jika pemerintah daerah tidak segera merevisi besaran upah sebelum pergantian tahun.

“Jika Gubernur tidak mau merevisi angka tersebut, maka kami pastikan 29-30 Desember jalanan akan penuh. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap kebijakan upah murah yang kembali diterapkan,” tambah Said Iqbal.

Respon Pemerintah dan Pengusaha

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa penetapan UMP 2026 sudah final dan telah melalui mekanisme tripartit yang sah. Pemerintah berargumen bahwa formula dalam PP No. 49 Tahun 2025 adalah jalan tengah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus mencegah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masif di sektor industri padat karya.

Pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menyebut kenaikan 6,17% sudah cukup berat bagi pelaku usaha, terutama sektor UMKM yang masih dalam tahap pemulihan.

“Kami meminta semua pihak menghormati keputusan hukum yang sudah ditetapkan agar iklim investasi di Jakarta tetap kondusif di tahun 2026,” tulis keterangan resmi Apindo.

Dampak Sosial dan Antisipasi Keamanan

Rencana aksi pada 29-30 Desember ini diperkirakan akan melibatkan sedikitnya 10.000 hingga 15.000 buruh dari wilayah Jabodetabek. Mengingat aksi ini berdekatan dengan momen libur akhir tahun, pihak kepolisian mulai menyiapkan skema pengamanan dan pengalihan arus lalu lintas di sekitar Medan Merdeka dan Jalan Protokol Sudirman-Thamrin.

Bagi masyarakat luas, aksi ini diprediksi akan menyebabkan kemacetan parah di titik-titik vital Jakarta. Serikat buruh sendiri mengimbau agar masyarakat memahami perjuangan mereka, karena kenaikan upah buruh dianggap akan berdampak positif pada perputaran ekonomi domestik melalui peningkatan konsumsi rumah tangga.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanda-tanda pemerintah daerah akan melakukan pemanggilan kembali terhadap perwakilan buruh untuk negosiasi ulang. Jika kebuntuan ini terus berlanjut, maka dipastikan Jakarta akan menutup tahun 2025 dengan aksi demonstrasi besar-besaran yang menentukan nasib kesejahteraan jutaan pekerja di tahun 2026 mendatang.