KONEKSI MEDIA – Gerakan masif pemberantasan peredaran pakaian bekas impor ilegal atau yang dikenal dengan istilah thrifting kembali digencarkan oleh pemerintah. Dalam operasi gabungan besar-besaran yang dilakukan pada pekan ketiga November 2025, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bersama dengan pihak kepolisian dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) berhasil menyita ratusan bal pakaian bekas ilegal di sejumlah wilayah pelabuhan tikus dan gudang penampungan di Jawa dan Sumatera.
Total penyitaan kali ini diperkirakan mencapai lebih dari 500 bal atau setara dengan puluhan ton pakaian bekas yang masuk tanpa izin resmi. Penindakan tegas ini merupakan kelanjutan dari komitmen pemerintah untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) domestik yang terus tertekan oleh arus barang impor murah, khususnya pakaian bekas.
Modus Operasi yang Semakin Berani
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai, Bapak Agung Prasetiyo, dalam konferensi pers di Jakarta, menjelaskan bahwa operasi kali ini menargetkan jaringan distributor utama yang menggunakan jalur laut ilegal.
“Modus operandi yang kami temukan semakin berani dan terorganisir. Mereka memanfaatkan kapal-kapal kecil untuk mendaratkan barang di pelabuhan-pelabuhan tidak resmi (pelabuhan tikus), terutama di wilayah pantai timur Sumatera, sebelum kemudian didistribusikan ke gudang-gudang besar di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya,” jelas Bapak Agung.
Penyitaan terbesar terjadi di sebuah gudang rahasia di pinggiran Bekasi, Jawa Barat, di mana tim gabungan berhasil menemukan 320 bal pakaian bekas siap edar. Diperkirakan, nilai dari keseluruhan barang sitaan ini mencapai miliaran rupiah.
Dampak Serius Terhadap Industri TPT Nasional
Isu thrifting ilegal telah menjadi perhatian serius karena dampaknya yang multidimensi. Dari segi ekonomi, peredaran pakaian bekas impor ini dianggap merusak pasar produk lokal.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Bapak Rizal Fajar, memberikan apresiasi atas langkah tegas pemerintah.
“Kami telah berulang kali menyampaikan bahwa impor pakaian bekas ini adalah musuh utama bagi industri TPT kita, terutama UMKM lokal yang bergerak di bidang fesyen. Bagaimana mungkin produk baru, yang melalui proses produksi dan pajak yang benar, bisa bersaing dengan harga jual pakaian bekas yang masuk tanpa membayar bea masuk, apalagi pajaknya,” ujar Bapak Rizal.
Menurut data API, kerugian akibat gempuran thrifting ilegal diperkirakan mencapai triliunan rupiah setiap tahun, yang berujung pada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur garmen.
Bahaya Non-Ekonomi: Isu Kesehatan dan Lingkungan
Selain ancaman ekonomi, pemerintah juga menyoroti aspek kesehatan dan lingkungan. Secara regulasi, Indonesia telah melarang impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022.
Dari sisi kesehatan, pakaian bekas impor seringkali membawa potensi risiko penyakit kulit dan jamur karena proses pengiriman dan penyimpanan yang kurang higienis. Sementara dari sisi lingkungan, penumpukan limbah tekstil di negara-negara pengekspor seringkali berujung pada praktik pengiriman ilegal ke negara berkembang, termasuk Indonesia, yang menambah beban limbah nasional.
Pesan Pemerintah: “Kami mengimbau masyarakat untuk mendukung industri dalam negeri. Larangan impor pakaian bekas ini bukan untuk mematikan usaha thrifting, tetapi untuk memastikan keberlangsungan industri lokal dan menjaga kesehatan masyarakat. Pemerintah akan terus menindak tegas pelaku impor ilegal,” tambah perwakilan dari Kemendag.
Tindak Lanjut dan Peningkatan Pengawasan
Barang-barang sitaan berupa ratusan bal pakaian bekas ini kini telah diamankan di kantor Bea Cukai untuk proses investigasi lebih lanjut. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, barang-barang tersebut akan dimusnahkan. Para pelaku yang terlibat, baik importir maupun distributor, terancam dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Pemerintah berjanji akan meningkatkan pengawasan di area-area rawan, terutama di perairan dan pelabuhan kecil. Kolaborasi antara DJBC, TNI AL, dan kepolisian diperkuat untuk menutup celah penyelundupan yang menjadi pintu masuk utama bagi pakaian bekas ilegal ini.
Langkah tegas ini diharapkan mampu memberikan efek jera, sekaligus mengirimkan pesan kuat kepada para pelaku usaha bahwa pemerintah serius dalam upaya melindungi pasar domestik dari praktik perdagangan ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.

