KONEKSI MEDIA – Polemik seputar ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kembali menjadi sorotan tajam dalam rapat kerja antara Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Anggota Komisi II, Muhammad Khozin, secara tegas menyoroti inkonsistensi pernyataan KPU terkait isu pemusnahan ijazah Jokowi, menuntut klarifikasi penuh dalam forum resmi parlemen.
DPR Tegaskan Ketidakpastian Pernyataan KPU
Dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Khozin mempertanyakan inkonsistensi KPU.
“KPU juga sama, jangan berubah-ubah dalam memberikan statement,” tegas dia.
Pernyataan tersebut mengarah pada pernyataan awal KPU yang menyebut bahwa ijazah Jokowi dimusnahkan, yang kemudian diralat dengan menyatakan bahwa tidak ada pemusnahan. Khozin menuntut penjelasan: “Sebenarnya seperti apa sih? Tolong sampaikan di forum yang terhormat ini.”
Lebih lanjut, Khozin menyoroti retensi arsip ijazah calon presiden (capres). Menurutnya, PKPU Nomor 17 Tahun 2023 tidak memasukkan ijazah sebagai dokumen dalam kategori Jadwal Retensi Arsip (JRA). Pertanyaan ini ia ajukan kepada pihak ANRI dan KPU: apakah ijazah capres semestinya diarsipkan di tingkat nasional?
“Apakah itu tidak menjadi bagian khazanah yang harus kita arsipkan … mengacu dari Undang-Undang Arsip?” ujar Khozin.
Tanggapan KPU: Salinan Telah Diserahkan
Menjawab cecaran DPR, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menyatakan bahwa salinan ijazah Jokowi telah diserahkan kepada para pihak yang mengajukan permohonan. Ia menekankan komitmen KPU untuk menjaga data persyaratan peserta pemilu dengan seksama.
“Pada intinya kita semua pasti akan menjaga semua dokumen yang ada … ini menjadi masukan dan perkembangan terakhir kami,” tambah Afif.
Afif menyebut bahwa KPU telah memenuhi permintaan dari pihak-pihak seperti pakar kebijakan publik Bonatua Silalahi dan kelompok lain melalui Komisi Informasi Pusat (KIP).
Klarifikasi dari ANRI
Sementara itu, Kepala ANRI, Mego Pinandito, menyatakan bahwa ijazah asli Jokowi tetap berada di tangan Jokowi sendiri, sedangkan yang disimpan oleh KPU hanyalah salinan atau fotokopi yang telah dilegalisasi, bukan dokumen autentik.
Mego menambahkan bahwa ANRI hanya menyimpan dokumen arsip yang diklasifikasikan sebagai statis yakni dokumen yang memiliki nilai manfaat jangka panjang. Jika dokumen dianggap penting secara historis, baru masuk klasifikasi statis dan diserahkan ke ANRI.
Penjelasan KPU Soal “Pemusnahan” Arsip
Menanggapi tudingan pemusnahan, anggota KPU August Mellaz menegaskan bahwa tidak ada pemusnahan fisik ijazah Jokowi. Menurutnya, yang terjadi adalah penghapusan buku agenda registrasi, bukan dokumen pendaftaran utama seperti ijazah.
Mellaz menjelaskan bahwa penghapusan tersebut mengikuti Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2023, yang mengatur retensi arsip. Buku agenda memiliki retensi sesuai aturan, sementara berkas pencalonan termasuk ijazah dikategorikan sebagai dokumen permanen.
Di samping itu, KPU menyatakan bahwa setiap berkas yang dimusnahkan harus disertai dengan backup dalam bentuk digital agar tetap tersedia.
Kekhawatiran DPR Soal Sejarah Ijazah Capres
Bagi DPR dan Khozin, isu ini bukan sekadar perselisihan teknis: ada kekhawatiran bahwa ijazah capres seperti milik Jokowi adalah bagian dari warisan administratif dan sejarah pemilu. Karena ukuran capres yang kecil (hanya beberapa per lima tahun), Khozin menyebut bahwa jumlah ijazah capres tidak banyak, dan seharusnya hal ini menjadi “khazanah nasional” yang layak diarsipkan.
Khozin menegaskan perlunya transparansi penuh dari KPU dan ANRI soal dokumen seperti ijazah capres untuk memastikan akuntabilitas dan integritas sejarah pemilihan umum.
Tantangan Regulasi Arsip dan Transparansi
Kasus ini juga menyoroti celah regulasi antara undang-undang kearsipan dan aturan KPU (PKPU). Meski UU Kearsipan (“Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009”) menentukan bahwa dokumen dengan nilai penting jangka panjang harus diarsipkan, PKPU 17/2023 tampaknya belum mengakomodasi ijazah capres dalam kategori “retensi arsip permanen” dalam praktiknya.
Hal ini menimbulkan perdebatan: apakah KPU telah mengevaluasi dengan tepat dokumen mana yang sebenarnya harus disimpan sebagai arsip permanen? Apakah ANRI perlu mengambil peran lebih besar dalam menyimpan arsip-arsip capres yang penting?
Implikasi Publik dan Politik
Polemik ini tidak hanya soal teknis kearsipan, tetapi juga soal kepercayaan publik. Isu ijazah Jokowi sejak lama menjadi sumber spekulasi dan klaim dari berbagai pihak. Ketidakjelasan KPU dalam menyampaikan pernyataan di hadapan DPR memperdalam keraguan sebagian masyarakat.
Dengan DPR yang mendesak agar KPU “jangan berubah-ubah dalam memberikan statement”, persoalan ini bisa menjadi katalis bagi dorongan transparansi yang lebih besar di lembaga penyelenggara pemilu.
Bagi ANRI, ini bisa jadi momentum untuk menguatkan peran kearsipan nasional agar dokumen penting seperti ijazah capres diakui sebagai bagian dari warisan demokrasi dan administratif Indonesia.

