Site icon Koneksi Media

Gelar Perkara Ijazah Jokowi: Fakta Makin Terang?

Gelar Perkara Ijazah Jokowi Fakta Makin Terang

KONEKSI MEDIA – Polemik dugaan ijazah palsu mantan Presiden Republik Indonesia ke‑7, Joko Widodo (Jokowi), kembali mencuri perhatian publik lantaran gelar perkara khusus yang digelar oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Senin, 15 Desember 2025. Gelar perkara ini menjadi titik balik terbaru dalam dinamika hukum yang telah berlangsung berbulan‑bulan, bahkan sejak sebelum Jokowi lengser dari kursi kepresidenan.

Gelar perkara adalah mekanisme awal yang dilakukan penyidik untuk mengkaji bukti dan arah penyidikan sebelum menentukan langkah hukum berikutnya. Dalam konteks kasus ini, isu sentralnya adalah apakah ada unsur pidana dalam dugaan dokumen ijazah Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang selama bertahun‑tahun dituduh “tidak otentik”.

Latar Belakang Kasus

Isu ijazah Jokowi pertama kali mencuat ke permukaan publik sejak beberapa tahun terakhir, terutama di media sosial dan ruang publik politik. Tuduhan utama mengklaim bahwa ijazah Jokowi yang diterbitkan pada tahun 1985 adalah palsu dan tidak sesuai prosedur akademik, terutama soal sejumlah elemen dokumen seperti skripsi dan penomoran ijazah. Tuduhan itu kemudian dibawa ke ranah hukum oleh beberapa individu seperti Roy Suryo dan kelompok aktivis tertentu.

Pada Mei 2025, Bareskrim Polri sudah sempat menyatakan bahwa hasil pemeriksaan forensik terhadap ijazah asli Jokowi menunjukkan dokumen tersebut otentik, sehingga penyidikan terhadap dugaan pidana pemalsuan ijazah ditutup karena tidak ditemukan unsur pelanggaran. Pemeriksaan melibatkan analisis fisik dokumen, sampel ijazah seangkatan, penelitian skripsi, serta verifikasi tanda tangan dan stempel, yang seluruhnya dinyatakan konsisten dan valid.

Namun, meskipun penyidikan terhadap alegasi pemalsuan secara pidana telah dihentikan, beberapa pihak menilai proses itu belum sepenuhnya selesai. Mereka mempertanyakan prosedur penyidikan, maupun motif di balik pelaporan kasus ini sejak awal. Kritik serta klaim berlanjut sampai ke tahap gelar perkara di Polda Metro Jaya belakangan ini.

Isi dan Hasil Gelar Perkara Terbaru

Dalam gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya yang digelar pertengahan Desember 2025, penyidik mengulas kembali berkas, bukti, serta saksi yang terlibat dalam laporan dugaan ijazah palsu. Hadir pula sejumlah pihak yang pernah berseteru di publik, termasuk tim advokasi Roy Suryo yang berargumen bahwa dokumen tersebut tetap “99,9 persen palsu”.

Menurut klaim Roy Suryo setelah gelar perkara, ia tetap yakin atas keyakinannya bahwa ijazah Jokowi tidak otentik, meski telah diperlihatkan versi analog dokumen oleh penyidik. Pernyataan ini kembali memunculkan narasi kontroversi yang memecah opini publik antara yang percaya dan yang skeptis terhadap ijazah itu.

Selain itu, Roy Suryo mengatakan gelar perkara tersebut “membongkar dua kebohongan” terkait klaim surat ijazah yang pernah disita, dan meragukan proses pengumpulan bukti awal oleh penyidik. Ini menunjukkan bahwa pihaknya tetap menggunakan kanal hukum untuk menantang proses hukum yang sudah berjalan.

Di sisi lain, pihak kepolisian dan banyak pemerhati hukum menyatakan bahwa gelar perkara ini sebagai bagian dari prosedur penyelidikan lanjutan, bukan serta‑merta menunjukkan status bersalah atau validnya tuduhan palsu termasuk bukan berarti kasus ini otomatis naik ke SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Sekjen Peradi Bersatu bahkan memastikan gelar perkara bukan langkah untuk menghentikan kasus secara sepihak atau menutup akses hukum pihak pelapor.

Reaksi Publik dan Politik

Kasus ini tidak hanya menjadi perdebatan hukum, tetapi juga berpengaruh terhadap opini publik dan dinamika politik. Sebagian warga dan tokoh masyarakat menilai bahwa kasus ijazah seolah dimanfaatkan sebagai kampanye politik yang meluas, sementara yang lain memandangnya sebagai bentuk kontrol terhadap figur publik yang pernah memimpin negara.

Terlepas dari gelar perkara terbaru, berbagai survei dan diskursus publik menunjukkan tingkat ketidakpercayaan terhadap informasi resmi masih tinggi di kalangan sebagian masyarakat. Kasus ini semakin mempertegas jurang polarisasi antara pendukung dan pengkritik Jokowi, yang kaitannya tidak lagi hanya soal dokumen, tetapi juga legitimasi politik dan kepercayaan terhadap institusi negara.

Exit mobile version