Kapolri Teken Aturan Baru, Polisi Bisa Menjabat di 17 Kementerian dan Lembaga

Kapolri Teken Aturan Baru, Polisi Bisa Menjabat di 17 Kementerian dan Lembaga

KONEKSI MEDIA – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah resmi meneken Peraturan Polri (Perpol) terbaru yang memungkinkan anggota Polri yang masih aktif untuk menduduki jabatan di 17 Kementerian dan Lembaga (K/L) di luar struktur organisasi Polri. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Penandatanganan Perpol ini dilakukan pada Kamis, 11 Desember 2025, dan segera menjadi sorotan publik mengingat adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya yang sempat memicu perdebatan mengenai penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil.

Menjawab Tantangan Putusan MK

Langkah Kapolri ini diinterpretasikan sebagai upaya institusi Polri untuk memperjelas dan memberikan landasan hukum yang kuat terkait penempatan anggotanya di luar institusi, terutama setelah Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan MK tersebut secara substansial melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil atas dasar penugasan Kapolri, menekankan bahwa syarat wajib bagi anggota Polri untuk menjabat di luar kepolisian adalah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Meskipun demikian, Perpol 10/2025 tampaknya mencoba menjembatani ketentuan yang ada dengan fokus pada jabatan yang memiliki keterkaitan erat dengan fungsi kepolisian. Dalam Pasal 3 Ayat (4) Perpol tersebut diatur bahwa posisi yang bisa diduduki oleh anggota Polri aktif haruslah merupakan jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian dan didasarkan pada permintaan resmi dari kementerian/lembaga bersangkutan.

Penegasan frasa “jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian” menjadi kunci dalam Perpol ini. Hal ini sejalan dengan pandangan beberapa pakar hukum dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang menyatakan bahwa penempatan anggota Polri di luar institusi tetap dapat dilakukan asalkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) kepolisian, seperti di bidang penegakan hukum dan keamanan.

17 Kementerian/Lembaga yang Dimaksud

Perpol Nomor 10 Tahun 2025 secara eksplisit mencantumkan 17 K/L di mana anggota Polri dapat melaksanakan tugas, baik pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial. Beberapa K/L yang termasuk dalam daftar tersebut antara lain:

  1. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
  2. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
  3. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
  4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
  6. Badan Narkotika Nasional (BNN)
  7. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  8. Badan Intelijen Negara (BIN)
  9. Badan Siber Sandi Negara (BSSN)
  10. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Daftar ini menunjukkan fokus pada lembaga-lembaga yang tugas dan fungsinya bersinggungan langsung dengan upaya penegakan hukum, keamanan negara, dan intelijen, yang secara alami membutuhkan keahlian dan kompetensi yang dimiliki oleh anggota Polri.

Implikasi dan Kritik Publik

Keputusan ini tentu menimbulkan beragam reaksi. Bagi sebagian kalangan, Perpol ini dianggap memberikan kepastian hukum dan memperkuat sinergi antarlembaga negara dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Keahlian anggota Polri dianggap sangat dibutuhkan di beberapa lembaga tersebut, terutama untuk posisi strategis yang berkaitan dengan integritas dan penegakan hukum. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) bahkan sempat menyebut bahwa kehadiran polisi aktif di jabatan sipil sangat membantu tugas-tugas negara.

Namun, di sisi lain, keputusan ini menuai kritik dari sejumlah pihak, terutama aktivis reformasi dan organisasi masyarakat sipil. Kekhawatiran utama yang muncul adalah potensi terjadinya “politisasi” atau “polisisasi” jabatan sipil. Beberapa pihak menyoroti bahwa penempatan polisi aktif di luar institusi tanpa mengundurkan diri dapat mengurangi fokus Polri pada tugas utamanya, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta melindungi, mengayomi, dan melayani rakyat. Ombudsman RI, misalnya, sebelumnya pernah menyatakan bahwa penugasan tak bisa lagi menjadi dasar pengangkatan, pasca-Putusan MK.

Mekanisme Penempatan

Perpol 10/2025 mengatur mekanisme penempatan anggota Polri di K/L tersebut. Pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur harus melalui proses yang diatur secara internal oleh Polri dan didahului oleh adanya permintaan resmi dari K/L yang membutuhkan. Selain itu, anggota Polri yang sudah telanjur mengisi jabatan sipil sebelum adanya Perpol dan Putusan MK, menurut Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), tidak serta merta harus mengundurkan diri, meski hal ini masih menjadi area abu-abu yang perlu diperjelas lebih lanjut.

Secara keseluruhan, Perpol yang baru diteken oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini menjadi tonggak penting dalam dinamika hubungan antara institusi kepolisian dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Peraturan ini berupaya memberikan landasan legal-formal untuk penugasan anggota Polri di luar institusi, namun tantangannya adalah bagaimana memastikan implementasi Perpol ini tetap sejalan dengan semangat reformasi dan Putusan Mahkamah Konstitusi, serta menghindari persepsi negatif tentang militerisasi atau polisisasi jabatan sipil.