KONEKSI MEDIA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia kembali menggemparkan publik dengan pengumuman terbarunya terkait kasus dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan melalui pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) periode 2019 hingga 2022. Total kerugian keuangan negara yang dihitung dalam kasus ini dipastikan membengkak dari angka perkiraan awal menjadi lebih dari Rp2,1 triliun.
Penetapan angka kerugian negara yang fantastis ini disampaikan setelah tim penyidik menemukan adanya temuan baru yang memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang terstruktur dan merugikan keuangan negara secara masif. Angka ini mencerminkan besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan oleh praktik koruptif dalam proyek yang seharusnya menjadi tumpuan bagi peningkatan kualitas pendidikan berbasis teknologi di seluruh Indonesia.
Rincian Kerugian dan Temuan Baru
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Riono Budisantoso, mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah kerugian negara tersebut disebabkan oleh ditemukannya kerugian pada dua komponen utama pengadaan. Semula, fokus kerugian ditaksir hanya dari kemahalan harga (mark-up) pengadaan unit laptop Chromebook. Namun, hasil penyidikan mendalam menemukan adanya kerugian tambahan dari pengadaan perangkat lunak pendukung.
Rincian kerugian negara tersebut meliputi:
- Kemahalan Harga Pengadaan Laptop Chromebook: Sekitar Rp1,56 triliun. Angka ini berasal dari selisih harga pengadaan unit Chromebook yang dinilai jauh di atas harga pasar yang wajar.
- Pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang Tidak Bermanfaat: Sekitar Rp621,3 miliar. Temuan ini merupakan faktor utama yang menyebabkan pembengkakan kerugian. Jaksa menilai pengadaan perangkat lunak CDM tidak diperlukan, tidak bermanfaat secara objektif dalam pelaksanaan program digitalisasi, dan terindikasi hanya menjadi sarana untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.
“Sehingga total kerugian negara mencapai lebih dari Rp2,1 triliun,” tegas Riono Budisantoso saat menyampaikan keterangan pers di Kejagung, Senin (8/12/2025). Ia menambahkan bahwa kasus ini berawal dari proses penyusunan kajian teknis yang diduga telah diatur sedemikian rupa, bahkan diubah, untuk merekomendasikan secara khusus penggunaan sistem operasi Chrome OS, yang secara langsung mengarah pada pengadaan Chromebook.
Indikasi adanya perbuatan melawan hukum semakin kuat mengingat Kemendikbud sempat melaksanakan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi serupa pada tahun 2018 yang dinilai gagal. Namun, proyek pengadaan serupa justru kembali dilakukan pada tahun-tahun berikutnya (2020-2022) tanpa adanya dasar teknis yang objektif, melainkan diduga hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Segera Disidangkan, Mantan Mendikbudristek Masuk Daftar Terdakwa
Pernyataan terbaru Kejagung ini disampaikan seiring dengan pelimpahan berkas perkara dan empat tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, dan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Ini menandakan bahwa kasus besar ini akan segera memasuki babak persidangan.
Salah satu nama yang paling menarik perhatian publik adalah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain Nadiem, tiga tersangka lain yang turut dilimpahkan ke pengadilan adalah:
- Ibrahim Arief, Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek.
- Sri Wahyuningsih, Direktur SD sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Ditjen SD tahun 2020-2021.
- Mulyatsyah, Direktur SMP pada Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar sekaligus KPA Ditjen SMP tahun 2020-2021.
Dalam proses penyidikan, Nadiem Makarim diduga memerintahkan perubahan hasil kajian tim teknis untuk mengunci spesifikasi pada sistem operasi Chrome OS. Ia bersama tersangka lain diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum, termasuk adanya dugaan penerimaan uang oleh pejabat negara.
Sementara itu, satu tersangka lain yang hingga kini masih menjadi buronan (DPO) dan belum dilimpahkan berkasnya adalah Jurist Tan, yang diketahui merupakan mantan Staf Khusus (Stafsus) Mendikbudristek. Kejagung terus berupaya mencari keberadaan Jurist Tan yang diduga melarikan diri ke luar negeri, bahkan tengah mengkaji opsi ekstradisi untuk membawa kembali tersangka tersebut ke hadapan hukum.
Dengan pelimpahan berkas ini, kini nasib para terdakwa berada di tangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk diperiksa dan diadili. Publik menanti jalannya persidangan yang diharapkan dapat mengungkap secara terang benderang seluruh pihak yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp2,1 triliun. Kasus ini menjadi sorotan tajam, mengingatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran negara, terutama yang dialokasikan untuk sektor pendidikan.

