KONEKSI MEDIA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan kini tengah berpacu untuk melakukan reformasi mendasar dalam sistem layanan dan pengawasan mereka. Langkah signifikan ini diambil setelah adanya kritik tajam serta ancaman pembekuan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait citra buruk dan dugaan praktik yang tidak efisien. Komitmen terbaru yang paling menonjol adalah dengan mengintegrasikan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk menciptakan layanan yang lebih transparan, responsif, dan bebas dari praktik kecurangan.
Pemicu Utama: Ultimatum Purbaya
Teguran dari Menkeu Purbaya pada akhir tahun 2025 menjadi titik balik bagi Bea Cukai. Purbaya, yang secara terbuka menyatakan keprihatinannya terhadap citra institusi yang “kurang bagus” di mata publik, mengeluarkan ultimatum keras agar Bea Cukai segera berbenah. Ancaman tersebut tidak main-main, bahkan mencakup potensi perumahan pegawai hingga pembekuan lembaga jika tidak ada perbaikan signifikan dalam waktu yang ditentukan.
“Tak mungkin zero fraud, tapi kita harus meningkatkan pengawasan dan efisiensi. Citra Bea Cukai harus dibalik, dari yang tadinya dominan untuk kepentingan internal, kini harus lebih dominan untuk kepentingan masyarakat,” ujar Purbaya dalam beberapa kesempatan.
Kritik ini terutama menyoroti isu-isu klasik seperti under-invoicing (penetapan harga barang impor lebih rendah dari seharusnya), inefisiensi birokrasi, dan lambatnya respons terhadap aduan masyarakat.
Peluncuran Wajah Baru dengan Inti AI
Menanggapi tantangan tersebut, Bea Cukai meluncurkan wajah baru pada situs web resmi mereka, www.beacukai.go.id, sebagai gerbang awal peningkatan layanan digital. Peluncuran ini bukan sekadar perombakan tampilan visual, melainkan juga implementasi fitur-fitur berbasis AI. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan upaya koreksi diri dan penyesuaian dengan standar internasional, bahkan mengacu pada referensi dari US Customs.
“Perubahan ini adalah bentuk koreksi. Bea Cukai ke depan akan berupaya untuk lebih baik, dengan fokus pada layanan masyarakat,” kata Nirwala.
Salah satu fitur AI yang paling diunggulkan adalah asisten virtual berbasis AI pada laman utama. Asisten ini dirancang untuk memberikan jawaban instan, akurat, dan komprehensif terkait prosedur kepabeanan dan cukai, mengurangi kebutuhan interaksi manual yang seringkali menjadi sumber inefisiensi dan potensi penyalahgunaan wewenang.
Memperkuat Pengawasan dan Penerimaan Negara
Penggunaan AI di Bea Cukai tidak hanya terbatas pada layanan publik, tetapi juga menjadi tulang punggung dalam upaya pengetatan pengawasan internal dan eksternal. Menteri Purbaya sebelumnya telah menyatakan keinginannya untuk menyiapkan sistem AI canggih dalam waktu tiga bulan, yang mampu menganalisis potensi pelanggaran dan kecurangan dalam transaksi kepabeanan.
Sistem AI yang sedang dikembangkan ini ditargetkan untuk melakukan analisis risiko yang lebih mendalam dan real-time. Teknologi ini akan memindai data transaksi, mendeteksi anomali harga (under-invoicing), dan mengidentifikasi pola-pola perdagangan mencurigakan yang selama ini sulit dideteksi oleh sistem manual.
Lebih lanjut, sistem AI ini direncanakan untuk berintegrasi secara end-to-end dengan sistem milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Lembaga National Single Window (LNSW). Integrasi ini bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara dari kepabeanan dan perpajakan, serta menutup celah-celah kebocoran yang diakibatkan oleh perbedaan data antarinstansi.
“Kita akan perkuat sistem penerimaan kita dengan monitoring dari ujung ke ujung. Kalau sampai AI bisa mulai menganalisa, tiga bulan ke depan sudah (ada hasilnya),” tegas Purbaya, seraya menambahkan bahwa ia akan memperkuat LNSW dengan menempatkan 10 orang ahli dari berbagai bidang untuk menganalisis potensi kebocoran.
Proyeksi dan Harapan
Implementasi AI ini menandai era baru dalam upaya reformasi birokrasi Bea Cukai. Dengan adanya teknologi ini, diharapkan proses kepabeanan menjadi lebih cepat, prediktif, dan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam menentukan kategori risiko barang (jalur hijau, kuning, atau merah).
Meskipun sistem analisis awal diharapkan dapat beroperasi dalam beberapa bulan ke depan, integrasi sistem AI yang menyeluruh dan sepenuhnya matang diperkirakan membutuhkan waktu hingga satu tahun. Namun, optimistisme tinggi muncul, bahwa dalam beberapa bulan ke depan, penerimaan Bea Cukai akan menjadi lebih efisien daripada sebelumnya.
Teknologi ini diharapkan menjadi jawaban konkret atas kritik Purbaya, mengubah citra Bea Cukai menjadi institusi yang modern, profesional, dan berorientasi pada kemudahan pelayanan, sembari tetap menjalankan fungsi pengawasan negara dengan ketat.

