Pemerintah Izinkan Warga Manfaatkan Kayu Gelondongan Pascabanjir di Sumatera

Pemerintah Izinkan Warga Manfaatkan Kayu Gelondongan Pascabanjir di Sumatera

KONEKSI MEDIA – Pemerintah Indonesia resmi memberikan izin kepada warga terdampak banjir besar di wilayah Sumatera untuk memanfaatkan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan dan rehabilitasi pascabanjir yang menghantam puluhan ribu rumah dan infrastruktur di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah di tiga provinsi terdampak. Edaran tersebut memuat aturan teknis tentang pemanfaatan kayu gelondongan yang berhasil diselamatkan dari banjir untuk kepentingan rehabilitasi, termasuk pembangunan hunian sementara (huntara) maupun hunian tetap (huntap) bagi korban bencana.

Menurut Prasetyo, kebijakan ini dibuat bukan untuk membuka peluang eksploitasi sumber daya alam secara bebas, tetapi untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan mendesak setelah bencana. Ia menegaskan bahwa pemanfaatan kayu harus melalui proses koordinasi yang ketat dengan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing.

“Kalau masyarakat ingin memanfaatkan, tentunya harus dikoordinasikan dengan pemerintahan terkait di setiap jenjangnya,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Jumat siang.

Syarat dan Mekanisme Pemanfaatan

Surat edaran dari Kementerian Kehutanan mewajibkan setiap warga yang ingin memanfaatkan kayu yang terbawa banjir untuk melapor dan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota setempat. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan kayu gelondongan tetap tertib, terkoordinasi, dan tidak melanggar aturan kehutanan yang berlaku.

Pemerintah daerah pun telah menanggapi kebijakan ini secara positif. Di Sumatera Utara, Gubernur Bobby Nasution menyampaikan bahwa penggunaan kayu gelondongan untuk memperbaiki rumah, membuat jembatan darurat, serta kebutuhan infrastruktur lain yang rusak akibat banjir tidak dipermasalahkan, asalkan masih dalam koridor pemulihan bencana dan terkoordinasi dengan otoritas setempat.

Meskipun demikian, kewenangan untuk memutuskan kayu mana saja yang boleh digunakan tetap berada di tangan pemerintah daerah. Pemerintah pusat menegaskan bahwa izin ini tidak berlaku untuk kayu dari kawasan hutan lindung atau taman nasional yang tetap dilindungi tanpa izin khusus. Seluruh proses administrasi dan pengawasan akan dilakukan oleh pemerintah daerah bersama aparat keamanan.

Tujuan dan Dampak Kebijakan

Kebijakan pemerintah ini ditujukan untuk mengatasi dua persoalan utama pascabanjir: kebutuhan material untuk rehabilitasi serta penumpukan kayu yang bisa menghambat aliran sungai dan memperparah risiko banjir susulan. Kayu gelondongan yang berserakan di permukiman warga dan sungai selama beberapa minggu terakhir menjadi tantangan dalam proses pemulihan. Dengan memberikan izin pemanfaatan yang terarah, pemerintah berharap dapat mempercepat proses pembersihan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi warga terdampak.

Selain membantu pembangunan hunian, kayu gelondongan juga diperkirakan akan digunakan untuk mendirikan fasilitas umum darurat, seperti tempat pengungsian, posko kesehatan, dan jembatan sementara yang menghubungkan kembali akses masyarakat yang terputus akibat banjir. Hal ini dinilai penting mengingat kerusakan infrastruktur telah menghambat distribusi bantuan serta mobilitas warga sejak banjir terjadi.

Kritik dan Tantangan

Meski kebijakan tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, sejumlah pengamat lingkungan dan legislator menyoroti potensi risiko apabila penerapan regulasi ini tidak diawasi dengan baik. Gelondongan kayu pascabanjir memang bisa berasal dari pohon yang tumbang secara alami, namun juga ada kemungkinan sebagian bersumber dari aktivitas pembalakan liar atau pengelolaan hutan yang buruk. Pemerintah sendiri sejatinya tengah menyelidiki asal-usul kayu-kayu tersebut untuk memastikan tidak terkait dengan praktik ilegal. 

Anggota DPR bahkan sempat mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) terkait temuan kayu gelondongan setelah banjir, sebagai bagian dari evaluasi terhadap tata kelola hutan dan pencegahan bencana di masa depan. Meski demikian, langkah legislatif ini masih dalam kajian internal parlemen.

Langkah Selanjutnya

Untuk memastikan kebijakan berjalan efektif, pemerintah akan terus melakukan evaluasi berkala terhadap implementasi pemanfaatan kayu gelondongan. Pihak berwenang pun menegaskan bahwa aturan ini bersifat sementara, hanya berlaku pada fase awal rehabilitasi pascabanjir. Setelah situasi dianggap stabil dan kebutuhan material telah terpenuhi, izin tersebut akan dicabut dan sumber daya hutan kembali dilindungi sesuai ketentuan hukum.

Pemerintah berharap, lewat kebijakan ini, proses pemulihan di wilayah terdampak banjir di Sumatera dapat berlangsung lebih cepat dan terkoordinasi, sekaligus memberikan ruang bagi warga untuk turut berpartisipasi secara legal dalam membangun kembali kehidupan mereka selepas bencana.