KONEKSI MEDIA – Hubungan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas pada hari Senin, 8 Desember 2025, setelah bentrokan di zona perbatasan yang disengketakan. Konflik ini hungabungkan kembali ketegangan yang telah lama membara antara kedua negara, terkait klaim atas wilayah perbatasan sepanjang menurut catatan kurang lebih 817 km.
Beberapa pekan sebelum insiden terbaru, gencatan senjata yang sempat disepakati gagal menengahi ketegangan. Tuduhan penanaman ranjau (landmine) oleh pihak Thailand terhadap militer Kamboja telah memicu protes, dan menyebabkan ketidakpercayaan mendalam.
Meski sempat ada harapan rekonsiliasi termasuk gencatan senjata yang diupayakan akhir Oktober 2025 situasi tetap labil. Dan, pekan lalu, militer kedua negara kembali saling tuduh atas pelanggaran batas, yang akhirnya memecah damai.
Insiden Terbaru Kronologi
Menurut laporan resmi, pada Senin pagi (08/12/2025), tentara Kamboja menembakkan senjata kecil dan senjata tajam dari wilayah perbatasan daerah sekitar distrik Nam Yuen, Provinsi Ubon Ratchathani, Thailand sekitar pukul 05:05 waktu setempat. Militer Thailand kemudian merespon dengan serangan udara terhadap target-target militer di sisi Kamboja.
Akibat baku tembak itu, militer Thailand melaporkan satu prajurit tewas, dan beberapa lainnya luka-luka. Sementara pihak Kamboja membantah memulai serangan, dan malah menuding Thailand sebagai agresor. Selain korban militer, ada laporan bahwa warga sipil Kamboja juga menjadi korban dengan jumlah korban sipil yang belum pasti.
Sikap resmi dari militer kedua negara kini saling berlawanan: Thailand menyebut tindakan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan serta merespon serangan, sementara Kamboja menuduh Thailand melakukan provokasi dan menyerang tanpa alasan dari pihaknya.
Dampak Warga Terkena & Pengungsian Massal
Konflik yang meletus kembali ini tidak hanya berdampak pada personel militer tetapi juga pada warga sipil di kawasan perbatasan. Laporan menyebut empat warga sipil Kamboja tewas dalam eskalasi ini.
Akibat kekerasan, ratusan ribu orang terpaksa mengungsi. Di Thailand, lebih dari 385.000 warga dari zona berbahaya dilaporkan dipindahkan. Sementara di Kamboja, lebih dari 1.100 keluarga terpaksa mencari pengungsian.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran kemanusiaan: kerentanan warga sipil, kurangnya akses layanan dasar, serta trauma bagi keluarga yang terpaksa meninggalkan rumah.
Mengapa Konflik Ini Sulit Diredam Faktor Sejarah dan Politik
Inti konflik klaim atas tanah perbatasan berakar pada warisan peta kolonial yang ambigu dan klaim tumpang-tindih sejak zaman kolonial Prancis atas wilayah Kamboja. Banyak titik perbatasan belum pernah didemarkasi secara final, sehingga menyisakan sengketa yang mudah meledak kembali.
Upaya gencatan senjata termasuk yang difasilitasi oleh kekuatan internasional telah dilakukan berulang kali selama dekade terakhir. Namun, akar persoalan: klaim teritorial, penggunaan ranjau, penempatan pasukan, dan rasa saling curiga belum teratasi.
Politik domestik di kedua negara juga menambah kompleksitas. Tekanan untuk mempertahankan kedaulatan, citra nasionalisme, serta respon terhadap korban militer/sipil memaksa masing-masing pemerintahan mengambil posisi keras yang kerap menghambat diplomasi.
Respon Internasional dan Seruan Perdamaian
Beberapa pemimpin dan aktor regional telah menyerukan agar konflik segera dihentikan dan diplomasi diupayakan kembali. Namun kenyataannya, kesepakatan gencatan senjata yang baru saja diteken bahkan dengan mediasi internasional terbukti rapuh di tengah ketidakpastian, tuduhan pelanggaran, dan insiden kekerasan kecil yang terus muncul.
Para pengamat menyebut bahwa tanpa penyelesaian menyeluruh terhadap akar sengketa termasuk demarkasi perbatasan, komisi netral, dan perlindungan warga sipil konflik semacam ini bisa terus berulang.
Kekerasan terbaru ini menunjukkan bahwa perdamaian antara Thailand dan Kamboja masih rapuh. Satu nyawa tentara hilang, warga sipil tewas, dan ratusan ribu orang terpaksa mengungsi menandakan bahwa di balik arus diplomasi, ada penderitaan nyata.
Konflik ini bukan sekadar pertikaian militer: ia kembali memperlihatkan bagaimana klaim sejarah, rasa kedaulatan, dan luka masa lalu dapat memicu krisis sewaktu-waktu. Jika tidak ada upaya serius dari kedua negara dan dukungan internasional maka siklus kekerasan bisa berulang, dan semakin banyak korban sipil yang menderita.
Saya akan terus memantau perkembangan ini jika Anda ingin, saya bisa bantu rangkum pernyataan resmi terbaru dari pemerintah Thailand dan Kamboja, serta reaksi internasional dalam 24 jam ke depan.

