KONEKSI MEDIA – Dunia internasional kembali dikejutkan oleh eskalasi tajam dalam perang Rusia-Ukraina. Pada akhir Desember 2025, Pemerintah Federasi Rusia secara resmi menuduh Ukraina melancarkan serangan drone masif yang menargetkan salah satu kediaman pribadi Presiden Vladimir Putin di wilayah Novgorod. Meskipun pihak Moskow menyatakan Putin dalam kondisi selamat tanpa luka sedikitpun, insiden ini mengancam akan membuyarkan proses negosiasi damai yang baru saja menunjukkan titik terang.
Kronologi Kejadian: Hujan Drone di Novgorod
Menurut keterangan resmi dari Kementerian Pertahanan Rusia dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, serangan tersebut terjadi pada malam hari antara tanggal 28 hingga 29 Desember 2025. Rusia mengklaim bahwa sistem pertahanan udara mereka berhasil mendeteksi dan melumpuhkan total 91 drone jarak jauh yang dikirim oleh militer Ukraina.
Target utama serangan disebut-sebut adalah kediaman Putin di wilayah Valdai, Novgorod, yang terletak di antara Moskow dan St. Petersburg. Lavrov menggambarkan aksi tersebut sebagai tindakan “terorisme negara” dan menegaskan bahwa seluruh pesawat tanpa awak tersebut berhasil ditembak jatuh sebelum mencapai sasaran utama. Hingga saat ini, Rusia melaporkan tidak ada korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur yang signifikan akibat serpihan drone yang jatuh.
Reaksi Keras Kremlin dan Ancaman Balasan
Presiden Vladimir Putin sendiri dilaporkan telah berkomunikasi langsung dengan Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, untuk membahas insiden ini. Dalam percakapan telepon tersebut, Putin menyatakan bahwa upaya pembunuhan atau serangan terhadap kepala negara adalah tindakan gegabah yang “tidak akan dibiarkan tanpa jawaban.”
Pihak Kremlin melalui juru bicaranya, Dmitry Peskov, menolak untuk memberikan bukti fisik berupa foto atau rekaman video terkait puing-puing drone dengan alasan keamanan nasional. Namun, Moskow menegaskan bahwa militer Rusia telah memilih target dan waktu yang tepat untuk melakukan serangan balasan yang setimpal terhadap pusat-pusat pengambilan keputusan di Kyiv.
Bantahan Keras dari Kyiv: Provokasi Murahan
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Dalam pernyataan resminya, Zelenskyy menyebut klaim Rusia sebagai “kebohongan tipikal” yang dirancang untuk merusak momentum perdamaian.
“Kami tidak menyerang kediaman Putin. Kami fokus pada pembebasan wilayah kami sendiri. Tuduhan ini hanyalah dalih bagi Rusia untuk meluncurkan serangan rudal besar-besaran ke gedung-gedung pemerintah di Kyiv dan infrastruktur sipil kami,” ujar Zelenskyy.
Intelijen Ukraina bahkan menyiratkan bahwa insiden ini bisa jadi merupakan operasi “bendera palsu” (false flag) yang dilakukan oleh pihak internal Rusia sendiri untuk membenarkan eskalasi militer lebih lanjut.
Dampak terhadap Perundingan Damai
Insiden ini terjadi pada momen yang sangat krusial. Hanya beberapa hari sebelumnya, Zelenskyy dan Donald Trump baru saja melakukan pertemuan di Florida yang disebut-sebut telah mencapai kemajuan 90% dalam rencana perdamaian. Namun, dengan adanya dugaan serangan drone ini, Rusia mengumumkan akan “meninjau kembali” posisi negosiasinya.
Para analis politik internasional khawatir bahwa insiden ini sengaja dimunculkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan perang berakhir. Jika Rusia benar-benar menarik diri dari meja perundingan, maka prospek gencatan senjata yang diharapkan terjadi pada awal 2026 bisa sirna begitu saja.
Analisis Militer dan Verifikasi Independen
Sejumlah pakar militer dari Institute for the Study of War (ISW) mencatat adanya kejanggalan dalam laporan Rusia. Mereka menyoroti bahwa serangan 91 drone ke wilayah Novgorod seharusnya meninggalkan jejak visual yang besar di media sosial warga lokal atau sistem satelit komersial. Namun, hingga saat ini, belum ada bukti independen yang mengonfirmasi adanya ledakan atau aktivitas pertahanan udara besar-besaran di wilayah tersebut pada malam yang dimaksud.
Meskipun demikian, dunia tetap waspada. Pasukan Ukraina di garis depan kini dilaporkan dalam posisi siaga tinggi mengantisipasi serangan balasan Rusia yang mungkin menggunakan rudal balistik terbaru mereka, seperti sistem Oreshnik yang baru-baru ini dipindahkan ke Belarus.

