Site icon Koneksi Media

RI Kembali Nego Tarif Perdagangan dengan AS

RI Kembali Nego Tarif Perdagangan dengan AS

KONEKSI MEDIA – Negosiasi perdagangan antara Republik Indonesia (RI) dan Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan publik menyusul perkembangan terbaru perundingan tarif perdagangan yang dilakukan kedua negara. Setelah beberapa periode pembicaraan dan laporan beragam mengenai kemungkinan kebuntuan, Jakarta dan Washington memastikan kembali membuka ruang negosiasi untuk mencapai kesepakatan akhir sebelum tahun 2025 berakhir.

Latar Belakang Perang Tarif

Hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat akhir-akhir ini mengalami dinamika signifikan. Pada awal 2025, pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump menerapkan kebijakan tarif resiprokal impor sebesar 32% untuk produk asal Indonesia sebagai bagian dari strategi untuk memperbaiki neraca perdagangan AS dengan mitra dagangnya, termasuk Indonesia. Kebijakan ini berdampak langsung pada ekspor-produk Indonesia seperti tekstil, alas kaki, produk pertanian, dan komoditas lain yang selama ini menjadi pangsa pasar besar di AS.

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan tindakan balasan yang bersifat proteksionis, namun memilih membuka jalur negosiasi intensif dengan AS. Tujuan negosiasi ini adalah menurunkan tarif tinggi tersebut, bahkan berupaya mencapai tarif 0 persen untuk sejumlah komoditas tertentu yang tidak diproduksi secara signifikan di AS. Pendekatan diplomasi ini dianggap lebih strategis untuk menjaga investasi serta hubungan ekonomi jangka panjang antar kedua negara.

Perkembangan Terbaru Negosiasi Tarif

Pada pertengahan Oktober hingga November 2025, kedua negara sudah hampir mencapai kesepakatan awal mengenai tarif perdagangan. Pemerintah Indonesia melalui Coordinating Minister for Economic Affairs, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa proses negosiasi telah memasuki tahap akhir, dengan banyak teks perjanjian hampir selesai dibahas oleh kedua belah pihak. Target awalnya adalah menyelesaikan perundingan sebelum akhir tahun 2025.

Namun dalam beberapa pekan terakhir, muncul isu yang menyebutkan bahwa negosiasi terancam gagal karena perbedaan penafsiran atas komitmen yang telah disetujui sebelumnya. Beberapa media bahkan melaporkan bahwa pejabat AS menganggap Indonesia kembali pada posisi yang berbeda dari kesepakatan Juli. Hal ini sempat memicu kekhawatiran soal runtuhnya proses negosiasi.

Reaksi Pemerintah Indonesia

Menanggapi laporan yang berkembang, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian langsung memberi klarifikasi. Juru Bicara kementerian memastikan bahwa negosiasi masih tetap berjalan, dan segala dinamika dalam proses diplomasi merupakan hal yang biasa terjadi dalam perundingan tingkat tinggi. Jakarta menegaskan komitmennya untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan dan sesuai dengan prinsip nasional.

Airlangga Hartarto sendiri, menjelang keberangkatan delegasi Indonesia ke Washington, menyatakan bahwa negosiasi akan tetap dilanjutkan berdasarkan Leaders’ Declaration yang ditandatangani pada 22 Juli 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Trump. Ia berharap kesepakatan bisa dirampungkan paling lambat di akhir tahun ini.

Poin-Poin yang Diperdebatkan

Sejumlah isu kunci menjadi fokus utama dalam perundingan tarif ini:

  1. Tarif Impor: Indonesia menginginkan penghapusan atau penurunan tarif impor terhadap produk-produk andalannya seperti tekstil, alas kaki, palm oil, kakao, serta karet terutama barang-barang yang tidak diproduksi secara masif di AS. Pemerintah berupaya agar tarif impor untuk komoditas-komoditas ini bisa menuju 0 persen atau setidaknya lebih rendah dari tarif resiprokal saat ini (19%).
  2. Komitmen Pasar AS: AS diperkirakan akan mempertimbangkan permintaan dari Indonesia untuk sejumlah barang tertentu yang masih sulit dipenuhi oleh industri domestiknya hal ini potensial membuka ruang bagi tarif yang lebih rendah untuk produk ekspor Indonesia yang strategis.
  3. Ketentuan Notifikasi Perjanjian Dagang: Satu hal yang menjadi sorotan adalah kemungkinan ketentuan yang meminta Indonesia memberi tahu AS bila melakukan perjanjian dagang dengan negara lain di masa depan sesuatu yang sudah termasuk dalam beberapa perjanjian AS dengan negara lain seperti Malaysia atau Kamboja. Namun sejauh ini belum jelas apakah hal ini akan masuk dalam kesepakatan Indonesia-AS.

Potensi Dampak Ekonomi dan Industri

Negosiasi ini memiliki implikasi besar bagi ekonomi Indonesia. Indonesia merupakan eksportir besar komoditas dan barang manufaktur seperti tekstil, alas kaki, produk pertanian dan komoditas primer lainnya ke pasar AS. Menurunnya tarif akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS yang sangat luas. Di sisi lain, tarif tinggi dapat mengurangi volume ekspor serta memengaruhi pertumbuhan sektor industri yang padat karya.

Pengamat ekonomi menilai bahwa kesepakatan yang baik tidak hanya menurunkan tarif, tetapi juga memberikan kepastian bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang bergantung pada pasar ekspor. Namun, mereka juga mengingatkan pemerintah untuk tetap berhati‑hati agar tidak memberi konsesi yang berlebihan yang merugikan industri domestik.

Strategi Pemerintah Mengantisipasi Risiko

Selain fokus pada negosiasi tarif, pemerintah Indonesia juga memperluas hubungan dagang dengan mitra lain, termasuk Uni Eropa dan negara di Asia, guna diversifikasi pasar ekspor dan mengurangi ketergantungan terhadap satu mitra dagang saja. Hal ini dianggap sebagai strategi mitigasi risiko bila perundingan dengan AS tidak mencapai hasil optimal.

Exit mobile version