KONEKSI MEDIA – Polres Metro Tangerang Selatan masih terus mendalami kasus meninggalnya MH, siswa kelas I SMP di Tangerang Selatan yang diduga menjadi korban perundungan alias bullying oleh teman sekolahnya. Diketahui, korban sempat menjalani perawatan intensif selama sepekan. Namun, akhirnya korban meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025) pagi di ruang ICU di RS Fatmawati, Jakarta Selatan.
Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang mengatakan polisi bekerja sama dengan pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam menyelidiki kasus dugaan perundungan tersebut. Sejauh ini, kata dia, penyidik Polres Metro Tangerang Selatan sudah memeriksa sebanyak empat saksi dalam kasus meninggalnya korban MH.
“Sudah ada 4 saksi yang kami lakukan pemeriksaan, dan juga dari ahli sudah ada pendampingan dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangsel,” kata Victor, dilaporkan jurnalis pada Minggu (16/11/2025).
Menurut Victor, pemeriksaan para saksi tersebut merupakan bagian dari penyelidikan yang dilakukan kepolisian, guna mencari dugaan adanya tindak pidana dalam peristiwa kematian korban.
Kronologi Kejadian
Kejadian tragis ini berakar dari dugaan kekerasan fisik yang dialami MH sejak awal tahun ajaran. Menurut keterangan kakak korban, Rizky, MH telah mengalami perundungan sejak masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Berbagai bentuk intimidasi, mulai dari pemukulan, tendangan, hingga serangan dengan kursi besi dilaporkan.
Puncaknya terjadi pada 20 Oktober 2025, ketika MH diduga dipukul di bagian kepala oleh temannya menggunakan kursi besi. Insiden itu berlangsung di kelas saat jam istirahat. “Sejak MPLS, yang paling parah kemarin 20 Oktober yang dipukul kepalanya pakai kursi,” kata Rizky.
Setelah insiden tersebut, kondisi MH semakin memburuk. Ia lemas, kesulitan beraktivitas, dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit swasta di Tangsel. Karena kondisinya kritis, MH kemudian dirujuk ke RS Fatmawati, Jakarta Selatan.
Upaya Mediasi dan Respon Pemerintah Daerah
Setelah keluarga mengungkap dugaan kekerasan, Pemerintah Kota Tangsel melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) turut turun tangan. Kepala Disdikbud Tangsel, Deden Deni, menyatakan bahwa mereka memediasi antara keluarga korban dengan pihak sekolah serta keluarga terduga pelaku.
Di sisi lain, Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, menyampaikan duka cita yang mendalam dan menyatakan komitmen pemerintah kota untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas.
Keterlibatan KPAI dan Penekanan Hukum
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut angkat suara. Komisioner Diyah Puspitarini menyatakan prihatin atas meninggalnya MH dan mendesak agar proses hukum segera dijalankan. Menurutnya, kasus ini tidak hanya soal tindakan perundungan, tetapi juga hak anak yang harus dijamin, seperti kejelasan penyebab kematian dan kemungkinan autopsi untuk memastikan fakta.
KPAI menegaskan bahwa meskipun pelaku diduga masih di bawah umur, proses hukum tetap bisa dijalankan. Mereka menyoroti adanya luka fisik serius pada korban serta trauma berat, dan menyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak bisa digunakan.
Penyelidikan Polisi
Polres Tangerang Selatan langsung merespons insiden ini. Kasi Humas Polres Tangsel, AKP Agil, menyatakan bahwa Satreskrim sudah membuka laporan informasi sebagai langkah awal penyelidikan. Sebanyak enam saksi, termasuk siswa dan guru di SMPN 19, telah dipanggil untuk memberikan keterangan.
Polisi menegaskan bahwa proses akan ditangani secara profesional. Kapolres Tangsel, AKBP Victor Inkiriwang, menyampaikan duka yang mendalam dan komitmen untuk mengusut hingga tuntas.
Kajian terhadap unsur pidana akan menjadi fokus penyelidikan — untuk menentukan apakah tindakan para pelaku perundungan bisa dikualifikasikan sebagai penganiayaan atau tindak pidana lainnya.

