KONEKSI MEDIA – Menutup tahun 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) merilis laporan capaian kinerja yang mengejutkan publik. Dalam pemaparan akhir tahun yang disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, Korps Adhyaksa mengungkap deretan kasus korupsi kelas kakap dengan nilai kerugian negara yang fantastis. Dua di antara yang paling menyita perhatian adalah skandal pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek dan kasus fasilitas kredit PT Sritex.
Kejagung mencatat bahwa tahun 2025 merupakan tahun “bersih-bersih” besar-besaran, di mana penegakan hukum menyasar sektor pendidikan, industri tekstil, hingga tata kelola migas yang selama ini dianggap menyentuh area sensitif kekuasaan dan ekonomi nasional.
Skandal Chromebook: Digitalisasi Pendidikan yang Berujung Korupsi
Salah satu kasus yang paling mengguncang publik adalah dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022.
Kejagung menetapkan mantan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan hasil audit, nilai kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp1,98 triliun. Modus operandi yang ditemukan penyidik meliputi pengarahan spesifikasi barang (lock-spec) yang mengunci pada sistem operasi tertentu (Chrome OS) sehingga menutup peluang kompetisi yang sehat.
“Penyidik menemukan adanya indikasi pengaturan vendor dan spesifikasi teknis yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan, sehingga banyak perangkat yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh siswa dan guru,” ujar Anang Supriatna dalam konferensi pers di Gedung Puspenkum Kejagung, Rabu (31/12/2025).
Selain Nadiem, Kejagung juga menjerat beberapa pejabat tinggi kementerian dan pihak swasta yang tergabung dalam tim teknis. Kasus ini telah memasuki tahap penuntutan dan segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kasus Sritex: Fasilitas Kredit Ilegal di Tengah Kebangkrutan
Di sektor industri, Kejagung membongkar praktik lancung pemberian fasilitas kredit perbankan kepada raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Kasus ini mencuat ke permukaan seiring dengan penetapan status pailit perusahaan tersebut oleh pengadilan.
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bahwa sejumlah bank pelat merah dan daerah memberikan kredit modal kerja kepada Sritex tanpa melalui prosedur yang benar. Total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp1,35 triliun.
Dua petinggi Sritex, Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang. Jaksa mendakwa mereka berkolusi dengan oknum perbankan untuk mendapatkan kucuran dana yang justru digunakan untuk membayar utang lama dan pembelian aset non-produktif, alih-alih untuk operasional perusahaan.
Daftar Kasus Terbesar Lainnya
Meski Chromebook dan Sritex menjadi sorotan karena dampak sosialnya, kerugian negara terbesar sepanjang 2025 sebenarnya tercatat pada kasus tata kelola minyak mentah di PT Pertamina. Kasus yang menyeret nama pengusaha Riza Chalid ini mencatatkan kerugian negara yang luar biasa, yakni mencapai Rp285 triliun.
Berikut ringkasan empat kasus terbesar Kejagung di tahun 2025:
| Nama Kasus | Nilai Kerugian Negara | Status Hukum |
| Tata Kelola Minyak & Subsidi | Rp285,01 Triliun | Tahap Penuntutan |
| Korupsi Chromebook Kemendikbud | Rp1,98 Triliun | Tahap Penuntutan |
| Kredit Ilegal PT Sritex | Rp1,35 Triliun | Proses Persidangan |
| Importasi Gula Kemendag | Rp578,10 Miliar | Tahap Penuntutan |
Dampak dan Komitmen Penegakan Hukum
Jaksa Agung ST Burhanuddin, melalui pesannya, menegaskan bahwa penindakan kasus-kasus jumbo ini bukan sekadar untuk menghukum pelaku, melainkan upaya strategis untuk menyelamatkan keuangan negara yang bocor. Sepanjang tahun 2025, Kejagung mengklaim telah berhasil memulihkan keuangan negara sebesar Rp24,7 triliun.
Langkah berani Kejagung dalam menetapkan tokoh-tokoh besar sebagai tersangka menunjukkan tren positif dalam indeks persepsi korupsi, meskipun tantangan dalam pembuktian di persidangan masih sangat besar. Masyarakat kini menanti vonis hakim untuk memastikan keadilan ditegakkan bagi kerugian triliunan rupiah yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
