KONEKSI MEDIA – Kabar penangkapan seorang buronan kelas kakap jaringan narkoba internasional, Dewi Astutik alias Paryatin (43), di Kamboja telah mengguncang kampung halamannya di Ponorogo, Jawa Timur. Namun, dari semua pihak yang terkejut, reaksi sang suami, Sarno (51), menjadi sorotan utama. Sarno mengaku syok, terkejut, dan hanya bisa pasrah setelah mengetahui istrinya, yang selama ini ia kira bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Asisten Rumah Tangga (ART) di luar negeri, ternyata adalah aktor kunci penyelundupan 2 ton sabu senilai fantastis Rp 5 triliun.
Dewi Astutik, yang memiliki nama asli Paryatin, ditangkap oleh tim gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN), Interpol, dan BAIS TNI di Sihanoukville, Kamboja, pada awal pekan ini. Penangkapannya menutup pelarian panjang yang dimulai sejak ia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada tahun 2024, terkait dengan kasus penyitaan sabu 2 ton di perairan Karimun, Kepulauan Riau, pada Mei 2025. Perempuan asal Dusun Sumber Agung, Desa/Kecamatan Balong, Ponorogo ini diyakini memiliki keterkaitan dengan jaringan narkoba internasional “Golden Triangle” dan tengah diusut kaitannya dengan gembong narkoba lainnya, Fredy Pratama.
Kehidupan Sederhana dengan Kekayaan Narkoba
Bagi Sarno dan warga sekitar, Paryatin dikenal sebagai seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sering bepergian ke luar negeri. Sarno, yang sehari-hari bekerja serabutan di kampung, mengaku sama sekali tidak memiliki firasat atau mengetahui sepak terjang istrinya dalam dunia narkoba skala internasional.
“Keluarga syok, tidak mengira, katanya ya baik-baik kerjanya,” ujar Sarno, Rabu (3/12/2025), kepada media.
Ia menambahkan bahwa istrinya kerap menggunakan identitas adiknya, Dewi Astutik, saat bekerja di luar negeri. Ia hanya mengetahui istrinya pamit untuk kembali bekerja ke Taiwan pada tahun 2024, setelah sempat pulang selama setahun dan berjualan nasi bungkus.
Sarno mengungkapkan keterkejutannya yang mendalam saat melihat foto istrinya tersebar di media dengan label “Gembong Narkoba Rp 5 Triliun.” Kondisi ekonomi keluarga mereka yang justru tampak menurun dan Sarno harus bekerja serabutan semakin membuat warga dan dirinya tidak menyangka dengan tuduhan tersebut.
“Di media ada fotonya, saya syok dan kaget. Tapi saya pasrah. Di rumah saja susah didiknya. Tapi ya gimana,” tuturnya dengan nada kepasrahan. “Soal gembong narkoba? Saya tidak tahu, soal sepak terjangnya nggak tahu saya,” tegasnya.
Sarno juga menyebut bahwa selama bekerja di luar negeri, sang istri juga jarang mengirim uang ke keluarga.
Proses Hukum Lanjut dan Keterlibatan Jaringan
Paryatin alias Dewi Astutik telah diterbangkan ke Indonesia untuk menjalani proses penyidikan intensif oleh BNN. Penangkapan ini merupakan langkah penting dalam mengungkap lebih jauh alur pendanaan, logistik, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam jaringan narkoba yang beroperasi lintas negara, termasuk Indonesia, Hong Kong, hingga Brasil.
Kini, Sarno hanya bisa menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang. Kepasrahan ini menjadi gambaran tragis dari sebuah keluarga sederhana yang mendadak harus menerima kenyataan pahit bahwa sosok istri dan ibu yang mereka kira mencari nafkah secara halal di negeri orang, ternyata adalah pengendali operasi narkoba kelas kakap dengan nilai transaksi triliunan rupiah.

