KONEKSI MEDIA – Gelombang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2026 telah mencapai puncaknya pada akhir Desember 2025. Pemerintah melalui berbagai kepala daerah telah resmi mengumumkan besaran upah minimum yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Menanggapi hal tersebut, sejumlah elemen serikat pekerja menyatakan sikap untuk menghormati keputusan hukum yang telah diambil, meskipun mereka memberikan catatan kritis bahwa kenaikan tersebut masih jauh dari kebutuhan hidup layak di lapangan.
Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya menetapkan batas waktu pengumuman UMP pada 24 Desember 2025. Berdasarkan data terbaru, mayoritas provinsi di Indonesia mengalami kenaikan upah di rentang 5% hingga 7,9%. DKI Jakarta, sebagai barometer ekonomi nasional, menetapkan UMP 2026 sebesar Rp5.729.876, naik sekitar 6,17% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sikap Menghormati di Tengah Kekecewaan
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, dalam keterangannya menyatakan bahwa pihaknya menghormati wewenang pemerintah daerah dalam menetapkan angka tersebut sebagai bagian dari kepatuhan terhadap regulasi, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 yang menjadi acuan baru pengupahan.
Namun, Mirah menegaskan bahwa sikap menghormati ini bukan berarti serikat pekerja puas.http://adakami.net/tag/pemerintah
“Kami menghormati proses hukum dan keputusan yang telah diteken para Gubernur. Namun, secara substansi, angka ini belum menjawab kebutuhan nyata para buruh di tengah lonjakan harga barang pokok yang jauh lebih tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta (26/12).
Menurutnya, angka kenaikan yang rata-rata berada di bawah 8% dianggap tidak mampu mengejar “inflasi riil” yang dirasakan buruh, terutama pada sektor pangan, biaya transportasi, dan sewa tempat tinggal yang merangkak naik secara signifikan sepanjang akhir tahun 2025.
Kesenjangan Antara Angka dan Realitas
Kritik utama dari serikat pekerja terletak pada formula perhitungan yang menggunakan variabel indeks tertentu atau “alfa” dalam rentang 0,5 hingga 0,9. Meski formula ini dianggap lebih baik dibanding regulasi sebelumnya (PP 51/2023), buruh menilai pemerintah belum serius dalam mengendalikan harga-harga di pasar.
“Kenaikan upah akan menjadi sia-sia jika harga beras, minyak goreng, dan biaya pendidikan terus naik tanpa kendali. Pada akhirnya, daya beli buruh tetap jalan di tempat atau bahkan menurun,” tambah perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Beberapa poin keberatan yang disoroti oleh serikat pekerja antara lain:
- Biaya Hidup Layak (KHL): Hasil survei independen serikat pekerja di pasar-pasar tradisional menunjukkan bahwa biaya hidup minimal di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya seharusnya sudah melampaui angka Rp6 juta per bulan.
- Sektor Padat Karya: Di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, kenaikan yang moderat dikhawatirkan tetap memberatkan buruh di sektor industri tekstil dan alas kaki yang rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK), namun di sisi lain upah mereka tidak cukup untuk menabung.
- Kesenjangan Antar-Daerah: Masih terdapat ketimpangan tajam antara provinsi dengan UMP tinggi seperti Jakarta dan daerah penyangga yang memiliki basis industri besar namun UMP-nya masih tertinggal.
Tanggapan Pemerintah dan Pengusaha
Di sisi lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa penetapan UMP 2026 telah melalui diskusi panjang di Dewan Pengupahan yang melibatkan unsur Tripartit (pemerintah, pengusaha, dan buruh). Pemerintah mengklaim formulasi saat ini adalah titik tengah terbaik untuk menjaga daya beli pekerja sekaligus memastikan keberlangsungan dunia usaha agar tidak terjadi PHK massal.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menyatakan komitmennya untuk mematuhi keputusan tersebut, meski mereka mengakui beban operasional perusahaan akan meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi global 2026.
Langkah Selanjutnya bagi Buruh
Meskipun menyatakan menghormati keputusan UMP, serikat pekerja tidak tinggal diam. Mereka berencana mendorong perundingan di tingkat perusahaan melalui Struktur dan Skala Upah (SUSU). Harapannya, pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun bisa mendapatkan kenaikan yang lebih proporsional di atas angka UMP yang ditetapkan.
Selain itu, elemen buruh juga mendesak pemerintah untuk memberikan subsidi tambahan di sektor transportasi dan perumahan bagi pekerja sebagai kompensasi atas kenaikan upah yang dianggap belum ideal tersebut.

